API SEJARAH: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI - Pengaruh perjuangan Ulama melahirkan Proklamasi, 17 Agoestoes 1945, Djoemat Legi, 9 Ramadhan 1346. Proklamasi bertepatan dengan Puluhan Pertama Ramadhan sebagai Puluhan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Sebelum Proklamator Ir. Soekarno membacakan proklamasinya, ia meminta restu dari beberapa Ulama terkemuka di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Demikian pula ideologi Pantjasila dan konstitusi Oendang-Oendang Dasar 1945, perumus pertamanya sesudah Proklamasi 17 Agoestoes 1945, Djoemat Legi, 9 Ramadhan 1364 H adalah Ulama: Wachid Hasjim dari Nahdlatoel Oelama, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Mr. Kasman Singodimedjo – keduanya dari Persjarikatan Moehammadiyah bersama pemimpin islam lainnya, yaitu Mohammad Teoekoe Hasan dari Aceh. Hasil perumusannya dilaporkan kepada Drs. Moh. Hatta. Kemudian diserahkan untuk disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agoestoes 1945, Sabtoe Pahing, 10 Ramadhan 1945.
Mungkinkah bangsa Indonesia memiliki Sang Saka Merah Putih, jika Ulama tidak membudayakan warna Merah Putih yang berasal dari Bendera Rasulullah saw? Dihidupkan ditengah masyarakat melalui simbol-simbol budaya: Sekapur Sirih artinya kapur dan sirih melahirkan warna Merah. Seulas Pinang artinya jika pinang dibelah, pasti berwarna putih. Demikian pula upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih saat pembangunan kerangka atap dibagian suhunan. Merupakan bahasa do’a memohon Syafaat dari Rasulullah saw. Dibudayakan pula dalam upacara saat pemberian nama bayi atau Tahun Baru Islam dengan membuat bubur merah putih.
Bangsa dan negara Indonesia, tidak hanya memiliki bahasa dan bendera, tetapi juga berkat perjuangan Ulama menjadikan Indonesia memiliki Tentara Nasional Indonesia – TNI – pada 5 oktober 1945, Djoemat Kliwon, 24 Sjawwal 1364. Ada sementara pimpinan nasional saat itu, menolak negara dan bangsa Indonesia punya TNI, mereka ingin negara tanpa tentara. Cukup hanya dengan polisi semata. Mengapa demikian? Karena TNI dibangun dari mantan Tentara Pembela Tanah Air – Peta. Sedangkan 68 Batalyon – Daidan, mayoritas Daidncho – Komandan Batalyon Tentara Peta adalah Ulama. Keinginan penentang pembentukan Tentara Keamanan Rakjat – TKR atau TNI di atas oleh Letnan Djenderal Oerip Soemohardjo dijawab “aneh soeatoe negara zonder tentara.” Konsolidasi selanjutnya, Soedirman mantan Daidancho – Dan Yon Tentara Peta Purwokerto dan guru Moehammadiyah, diangkat menjadi Panglima Besar.
Selain itu, jawaban Ulama, terhadap Makloemat X 3 November 1945 dalam waktu relatif singakat hanya empat hari sesudahnya, lahirlah Partai Islam Indonesia Masyumi, 7 November 1945, Rabo Pon, 1 Dzulhidjah 1364. Selain sebagai parpol tercepat lahirnya, terbesar jumlah anggotanya, juga berani mengeluarkan pernyataan: 60 Miljoen Moeslimin Indonesia Siap Berjihad Fi Sabilillah. Perang di djalan Allah oentoek menentang tiap-tiap pendjadjahan. Pernyataan demikian ini lahir karena Ulama dan Santri merasa berkewajiban melanjutkan para Ulama terdahulu, membebaskan Nusantara Indonesia dari segala bentuk penjajahan.
Kemudian karena perjuangan Perdana Menteri Mohammad Natsir sebagai intelektual, Ulama, dan politikus dari Partai Islam Indonesia Masyumi, Persatoean Islam – Persis, Jong Islamieten Bon – JIB, Partai Islam Indonesia – PII, melalui Mosi Integral, berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia – NKRI – pada 17 Agustus 1950, Kamis Pahing, 2 Dzulhidjah 1369, sebagai jawaban terhadap gerakan separatis: Angkatan Perang Ratu Adil – APRA pimpinan Westerling di Bandung, Pemberontakan KNIL Andi Aziz di Makasar, dan Republik Maluku Selatan Soumokil di Ambon, yang didalangi oleh Van Mook. Sekaligus sebagai jawaban terhadap Proklamasi Negara Islam Indonesia, 7 Agustus 1949, oleh S.M. Kartosoewirjo. Dengan demikian berakhir pula Republik Indonesia Serikat – RIS – hanya berlangsung dari 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 M atau 6 Rabiul Awwal 1369 – 2 Dzulhidjah 1369 H. Berkat perjuangan Ulama maka Republik Indonesia Serikat – RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia – NKRI.
Dari fakta sejarah, terbaca betapa besarnya peran kepemimpinan Ulama dan Santri dalam perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara. Diikuti pula dengan perjuangan Ulama dan Santri mempertahankannya serta membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, tepatlah kesimpulan E.F.E Douwes Dekker Danoedirdjo Setiaboedhi dari Indische Partij:
Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para Ulama, sudah lama patriotisme di kalangan bangsa kita mengalami kemusnahan
*Disadur dari buku API SEJARAH: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara. Beliau lebih dikenal sebagai seorang Sejarawan Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar