Wiji Thukul , Penyair yang Hilang - Mungkin ada yang sudah mengenalnya, ada yang hanya sekelebat saja singgah pada memori, dan ada pula yang tidak tahu menahu tentangnya. Seorang yang hingga kini raib bak ditelan bumi. Kemudian kasusnya tergeletak begitu saja dan berhenti diperbincangkan. Akan tetapi, beberapa puisinya masih abadi hingga kini.
Kawan, kali ini kita belajar pada Wiji Thukul. Sosok manusia yang membela mati-matian bangsanya dari kekejaman pemerintah pada masa Orde Baru. Seorang yang rela meninggalkan keluarganya demi mempertahankan harga diri bangsa. Dalam pelariannya menulis puisi yang berjudul “Catatan”, yang berisi pesan untuk istri dan anak-anaknya.
Kalau kelak anak-anak kita bertanya mengapa dan aku jarang pulang
Katakan Ayahmu tak inging jadi pahlawan
Tapi dipaksa menjadi penjahat
Oleh penguasa yang sewenang-wenang
Nama aslinya Wiji Widodo, lahir di Sorogenen, Solo, 26 Agustus 1963. Istrinya bernama Siti Dyah Sujirah (Sipon), anaknya bernama Fitri Nganti Wani dan Fajar Merah. Thukul tidak sama sekali mempesona, penampilannya bahkan tidak menarik sedikit pun. Rambut lusuh, baju kumal, celana kusut, tapi bila membaca puisi dihadapan semua orang, aparat akan memberinya cap sebagai agitator, penghasut.
Sejak Agustus 1996, penyair ini mengembara dari satu kota ke kota lainnya. Bersembunyi, menyamar, berlari, tinggal dimana pun asal bisa tidur dan menulis. Dikarenakan Thukul sebagai aktivis yang menentang pemerintahan Orde Baru yang sewenang-wenang.
Thukul, dikenal sebagai penyair yang bilamanana puisinya dibacakan bisa menyulut pemerintah. Murid dari penyair terkenal bernama W.S Rendra. Dimanapun berada, Thukul tetap menulis meski dengan komputer jadul yang sangat sederhana. Salah satu puisinya yang terkenal berjudul “Penyair”
PENYAIR
Jika tak ada mesin ketik
Aku akan menulis dengan tangan
Jika tak ada tinta hitam
Aku akan menulis dengan arang
Jika tak ada kertas
Aku akan menulis pada dinding
Jiks aku menulis dilarang
Aku akan menulis dengan tetes darah!
Pada pertengahan Mei 1998, kerusuhan pecah di Jakarta dan Solo. Akan Thukul masih sempat menghubungi istrinya tentang keadaannya. Hingga pada akhirnya lenyap tanpa kabar. Tapi keluarganya masih percaya Thukul masih hidup. Tapi pada April 2000, Sipon, istri Thukul resmi melapor ke kontraS (Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan) terkait suaminya yang hilang.
Puisinya yang paling terkenal sekaligus dibenci pemeritahan Orde Baru berjudul “Peringatan”
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat sembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat tidak berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
c Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subvertiv dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Kisah ini hanya sebuah perkenalan. Tentang sosok Wiji Thukul, penyair dengan karyanya yang hebat. Kawan, kalian perlu belajar sejarah bangsa ini. Bukan hanya tentang kisah-kisah romansa. Kalian perlu mengenal tentang Negara ini, dimana pernah hidup manusia-manusia tangguh dengan kecerdasannya. Salam pendidikanJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar