Inilah Nasihat Bijak dari Ibu Kartini Untuk Perempuan - Pendidikan dan Kartini mempunyai korelasi yang kuat karena Kartini awalnya memperjuangkan apa yang namanya hak perempuan untuk memperoleh pendidikan sebagaimana halnya kaum pria. Pahlawan emansipasi wanita Indonesia ini memang harum namanya. Sampai hari ini kita masih mengingat betul inspirasi dan jasa-jasanya terhadap kebangkitan hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Meski makna emansipasi sering kali dimaknai kebablasan menjadi ingin setara bahkan melebihi kaum pria. Padahal sesungguhnya wanita dan pria diciptakan untuk saling melengkapi bukan untuk saling bersaing atau menggantikan. Hak memperoleh pendidikan sama dengan pria bukanlah berarti mengingkari kodrat sebagai seorang wanita. Bukan untuk menggantikan pria tetapi wanita dan pria adalah setara tetapi untuk saling melengkapi bukan berkompetisi.
Dari Kartini untuk kaum perempuan
Saat ini banyak bentuk tuntutan dan pembiasaan sikap atau cara berpikir yang disuarakan sebagian kaum wanita yang mengatasnamakan pembela emansipasi, yang justru kebablasan dan sejatinya malah merendahkan kedudukan wanita itu sendiri. Mereka berteriak bahwa wanita bebas berpakaian ketat, rok mini atau tampak paha dan dada. Mereka mengatakan itu hak wanita dan bersembunyi di balik dalih seni. Atau pula mereka menyatakan wanita bebas keluar malam, nongkrong di diskotik, merokok dan minum-minum layaknya pria. Atau mereka mengiyakan dan memaklumi wanita-wanita yang meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu demi mengejar gaji dan prestise.
Sesungguhnya, Kartini tidak menginginkan wanita keluar rumah dan menelantarkan buah hatinya. Kartini tidak menginginkan wanita membanting tulang mandi keringat untuk menggantikan suami mencari nafkah. Kartini tidak pula menginginkan wanita menganggap pria sebagai ancaman dan makhluk yang harus ditandingi atau ditaklukkan. Yang beliau inginkan adalah wanita berhak sekolah dan belajar untuk menjadi istri yang baik, ibu yang baik dan tiang negara yang utama.
Sebagai perempuan yang berasal dari kalangan kaum ningrat, Kartini bersyukur bisa memperoleh pendidikan sehingga ia bisa menjalin korespondensi dengan sahabat-sahabat Belandanya. Meski tubuhnya berada di dalam tembok keputren, tetapi jiwanya melanglang buana karena pendidikan yang diperolehnya menjadikan ia mampu berkelana dalam perjalanan pemikiran yang tanpa batas. Menuangkan ide-ide, keinginan untuk memperjuangkan hak perempuan agar memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan seperti kaum pria, berpikir kritis, sekaligus upaya mencari solusi atas semua kegelisahan jiwanya.
Sebenarnya Kartini tak sendiri, kita mengenal Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, dan banyak lagi tokoh-tokoh wanita di masa lalu yang concern terhadap pendidikan, khususnya untuk kaum wanita. Mereka sudah berpikir maju, jauh melampaui cara berpikir perempuan pada zamannya. Mereka berjuang melawan tradisi yang sudah berurat akar. Menentang apa yang dianggap tabu, tentang hak wanita untuk pintar menulis, membaca dan berketerampilan lainnya, yang bukan hanya berkutat antara sumur, kasur dan dapur. Bukan untuk dirinya sendiri saja, tetapi untuk seluruh kaum perempuan, saat itu hingga sekarang.
Pendidikan dan kaum perempuan masa kini
Kini, apa yang mereka perjuangkan sudah dinikmati oleh sebagian dari kaum wanita. Perempuan Indonesia bebas bersekolah ke mana saja yang mereka suka. Sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Bebas berkarya, menyuarakan pendapat, memiliki pekerjaan dan karir seperti halnya pria.
Meskipun begitu, di era digital yang (seharusnya) sudah serba mapan, kita tetap masih mendengar pendidikan yang telah lama dicita-citakan Kartini untuk kaum perempuan masih juga belum bisa dinikmati semua perempuan. Banyak Kartini-Kartini di Indonesia, mulai dari pahlawan devisa Indonesia hingga para petani dan nelayan, masih memperjuangkan kebutuhan dasar mereka: sandang, pangan, dan papan.
Pendidikan untuk perempuan hingga kejuruan seperti yang dicita-citakan RA Kartini belum bisa sepenuhnya dilaksanakan hingga pelosok negeri. Para perempuan negeri ini masih saja terjebak kemiskinan struktural yang dicirikan dengan pendidikan rendah dan miskin. Maka, suara Kartini seabad lebih yang lalu, ternyata masih relevan hingga kini untuk mengingatkan para penguasa untuk lebih memperhatikan pendidikan bagi kaum perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar